Pages

Sample text

Sample Text

Kamis, 12 Januari 2017

Pengalaman dari Perjalanan tak Terencana di Kota Seribu Goa, Pacitan


Saat Liburan adalah saat yang menyenangkan dan saat yang ditunggu-tunggu oleh setiap orang, begitu juga saya sebagai mahasiswa. Liburan semester genap tahun lalu saya tidak memiliki rencana untuk berlibur, karena tak tau mau kemana, saya memutuskan diri untuk mengunjungi rumah nenek saya di madiun. Disana pun saya tidak ada kegiatan yang pasti, hanya ikut membantu kegiatan orang-orang yang ada disana. Karena saya merasa jenuh dengan kegiatan itu akhirnya saya memutuskan untuk melakukan perjalanan sendiri atau solo traveling menggunakan sepeda motor ke pacitan karena saya dengar dan saya lihat di internet ada beberapa destinasi wisata di pacitan yang menarik disana. Dan akhirnya saya mempersiapkan diri sekedarnya untuk esok hari pergi ke kota seribu goa itu.

Keesokan harinya di pagi hari saya meminta izin untuk meminjam sepeda motor kepada paman saya dan mempersiapkan sepeda motor yang saya pinjam kepada paman saya itu untuk berangkat ke pacitan. Setelah siap, pagi hari menjelang siang saya pun berangkat tanpa merencanakan perjalanan dengan perkiraan sore hari saya sudah bisa kembali ke madiun dan sampai malam hari. Saya pun berangkat dengan membawa satu tas berisi perlengkapan seperlunya tanpa baju ganti.

Perjalanan pun dimulai, belum seperempat perjalanan saya tempuh dan masih di perbatasan madiun-ponorogo, hujan turun dan semakin deras. Saya pun tidak membawa jas hujan dan akhirnya saya basah dan menepi untuk berteduh.

Karena saya melihat waktu, sebelum hujan berhenti seutuhnya saya pun melanjutkan perjalanan dan Alhamdulillah jalanan lancer. Saya pun tidak begitu sulit untuk mencari jalan menuju pacitan walaupun belum pernah sebelumnya. Kondisi jalan dari madiun menuju pacitan cukup baik namun medannya cukup ekstrem karena jalanan berkelok-kelok dengan sebelah kanan tebing yang rawan longsor dan sebelah kiri terdapat sungai. Perjalanan menuju gerbang pacitan memakan waktu 2-3 jam tetapi butuh beberapa jam lagi menuju kota pacitan apalagi destinasi wisata di pacitan. Tidak seperti yang saya kira, ternyata menuju destinasi wisata di pacitan cukup jauh dan memakan waktu yang lama.
Sekitar menjelang ashar, saya berhenti di salah satu pom bensin sebelum masuk kota pacitan dan salat terlebih dahulu dan kemudian membeli sedikit cemilan sambil bertanya kepada pedagang lokal apakah jalan yang saya lewati ini benar dan meminta petunjuk untuk perjalanan selanjutnya. Setelah selesai saya melanjutkan kembali dan tidak disangka hujan pun turun kembali namun tidak begitu deras dan saya berpikir untuk melanjutkan tanpa berhenti dengan resiko pakaian basah padahal tidak membawa baju ganti dan saya juga berpikir akan kembali ke madiun langsung setelah sampai di pacitan nanti.
Setelah berjam-jam perjalanan dengan sepeda motor, ternyata destinasi wisata di pacitan letaknya cukup jauh dari kota pacitan, setelah sampai di kota pacitan dan melewati rumah mantan Presdien ke 6, SBY, karena memang letaknya di pinggir jalan kota pas di lampu merah dan disana terpampang tulisan yang menunjukan bahwa itu rumah SBY, kemudian masih melewati jalan menanjak dan berkelok-kelok selama sekitar hampir 2 jam. Setelah melewati jalan yang berkelok-kelok itu, akhirnya sampai juga di pantai Srau, salah satu pantai selatan di Pacitan.

Pantai Srau

Pantai ini terlihat sepi, karena memang bukan hari libur massal, hanya ada beberapa orang yang mengunjungi pantai ini dan saya lihat ada beberapa orang yang sedang memancing di atas tebing dari kejauhan dan saya pun menghampiri ke atas tebing di pinggir pantai itu dan setelah sampai diatas tebing itu melihat beberapa ikan hasil pancingan dan tempat bersinggah para pemancing diatas tebing itu. Kemudian saya kembali ke bawah dan ingin merasakan pasir pantai itu, setelah kembali ke motor yang saya parkirkan tadi, saya bertemu salah satu warga lokal yang juga merupakan penjaga pantai dan fasilitas di sekitar pantai ini dan saya pun mengobrol dengan bapak ini sebagaimana saya sebagai mahasiswa pariwisata yang jika ada tugas analisis destinasi pasti mencari warga lokal untuk diajak ngobrol untuk mencari data, dan kami pun mengobrol ngalor ngidul seperti sudah kenal lama. Saat mengobrol saya melihat waktu sudah menjelang gelap dan  saya berpikir duakali jika saya langsung kembali ke madiun sedangkan harus melakukan perjalanan yang jauh dan alam yang saya nikmati hari sangat kurang memuaskan saya dan ingin rasanya menjelajahi destinasi lainnya di pacitan ini. Saya pun menanyakan kepada bapak tadi apakah ada penginapan yang murah didekat sini, dan si bapak memberitahu bahwa di pantai Srau ini belum ada penginapan dan penginapan ada di pantai sebelah dan harus menempuh sekitar setengah jam dari pantai Srau ini, tetapi si bapak menawarkan saya untuk bermalam di musholla di pantai Srau ini karena kebetulan bapak ini juga penjaga musholla ini. Tetapi karena baju saya masih sangat basah dan saya tidak membawa baju ganti maka saya berpikir tidak etis jika saya ingin menjemur pakaian dan aktivitas lainnya di tempat ibadah. Dan akhirnya karena hari semakin gelap dan sebelum larut malam, saya memutuskan untuk pergi ke pantai sebelah, Pantai Watu Karung. Jalan yang saya lewati pun bukan jalan umum yang dipakai wisatawan tetapi jalan setapak yang biasa digunakan warga lokal untuk mobilitas antar pantai ini. Karena bukan jalan umum, maka jalan ini pun terlihat lebih ekstrem dengan kondisi jalan di tengah-tengah kebun dan sangat sepi. Sekali-kali berpas-pasan dengan warga lokal yang sedang beraktivitas.
Langit pun sudah gelap namun pantai watu karung belum juga terlihat di pandangan saya dan sesampainya di pantai watu karung waktu sudah melewati waktu maghrib dan langit pun sudah sangat gelap.
Beberapa homestay di pantai watu karung





Ketika sampai, saya berputar-putar mengeilingi sekitar pantai ini dan memang benar banyak sekali penginapan disini dari yang biasa sampai yang mewah juga ada. Sesuai informasi yang saya dapat, banyaknya penginapan disini karena pantai watu karung ini merupakan salah satu pantai yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara untuk melakukan kegiatan surfing. Karena ombak di pantai ini cukup tinggi dan sangat cocok digunakan olahraga surfing. Setelah berputar-putar saya memutuskan untuk solat maghrib terlebih dahulu di salah satu bangunan yang sangat sepi, yaitu musholla. Musholla ini sangat sepi dan saya hanya bertemu 2 orang yang sedang berjamaah disini padahal masyarakat disini lumayan banyak jika dilihat dari jumlah rumah yang saya lewati tadi. Setelah solat ada hal yang mengganjal, ternyata saya lupa menaruh kacamata saya dan saat keluar musholla saya melihat kacamata saya sudah berada di depan pintu, padahal saya ingat terakhir saya melepas kacamata ketika saya mengambil air wudhu. saya pun berpikir bahwa masyarakat disini jujur dan baik. Tidak lama setelah itu ternyata salah satu bapak yang solat tadi masih menunggu saya diluar dan menanyakan saya karena mungkin saya terlihat sendiri dan sedikit kebingungan. Kemudian saya bercerita nengenai kedatangan saya kesini dan sekarang saya sedang mencari penginapan yang murah, setelah itu saya di antarkan oleh bapak ini untuk mencari penginapan yang saya maksud. Karena sedang low season saya pun meminta nego untuk harga penginapan karena memang saya juga kurang mempersiapkan budget saya dan tidak ada rencana sama sekali untuk menginap sebelumnya. Setelah nego akhirnya saya pun memutuskan untuk menginap di penginapan ini dan pemilik penginapan pun cukup baik dalam memberikan pelayanan yang baik kepada saya. Saya disuguhi beberapa makanan dan minuman oleh pemilik penginapan tadi.
Azan isya berkumandang dan saya bergegas menuju musholla yang tadi saya singgahi karena memang letak penginapan tadi hanya selisih 3 rumah dari musholla. Di musholla tadi hanya ada seorang bapak yang azan dan kemudian mengajak saya untuk solat berjamaah. Hanya berdua kami solat berjamaah seakan hanya kami berdua yang tinggal di tempat itu karena memang situasi desa itu sangat sepi. Setelah selesai solat, bapak tadi mengawali pembicaraan dengan saya dengan menanyakan beberapa pertanyaan dan saya pun bercerita bahwa saya sedang jalan-jalan sendiri dan bercerita sedikit tentang perjalanan saya. Saya pun balik bertanya kepada bapak ini, mengapa musholla disini sangat sepi, apakah memang penduduknya non muslim atau bagaimana. Si bapak bercerita panjang lebar bahwa yang biasa mengisi musholla ini hanya ia sendiri dan bapak yang tadi mengantar saya untuk mencari penginapan, itupun jika ia sudah pulang di jam itu, jika tidak si bapak pun akan solat sendiri. Dia sangat kecewa kepada warga sekitar yang rumahnya tidak jauh dari musholla tetapi tidak ada yang solat disini, padahal rumah si bapak ini cukup jauh dari mussholla dan harus menggunakan motor jika ingin ke musholla. Dan ternyata warga di desa ini khususnya pemudanya banyak termakan doktrin negative tentang musholla, dan masjid dari beberapa media dan juga lingkungannya, bahwa musholla dan masjid lah yang membentuk para teroris sehingga mereka khawatir jika datang ke masjid mereka akan menjadi teroris. Sungguh memprihatinkan efek media saat ini sampai sebegitunya merusak citra islam kepada para pemuda. Si bapak pun kembali bercerita bahwa ia ingin mendirikan musholla kecil di rumahnya agar dia tidak perlu jauh-jauh untuk solat berjamaah dan ia akan solat berjamaah bersama keluarganya di musholla kecilnya. Setelah lama mengobrol kami mengakhiri pembicaraan dan kembali ke penginapan dan si bapak pun pulang ke rumahnya. Sampai di penginapan saya tidak langsung istirahat melainkan duduk di depan teras dan mengobrol kembali bersama pemilik penginapan dan saat itu saya menanyakan beberapa hal tentang kondisi pariwisata di desa ini. Dan memang benar ternyata pantai watu karung ini banyak dikunjungi wisatawan asing untuk melakukan surfing dan tidak sedikit tempat penginapan di pinggir pantai yang cukup mewah merupakan milik para investor dari luar desa ini dan warga sekitar di amanahkan untuk menjaga dan mengelola penginapan tersebut. Semakin larut malam akhirnya saya pun beranjak ke tempat tidur dan menjemur semua pakaian yang basah karena hujan tadi agar esok hari bisa saya gunakan kembali.
Fajar pun tiba dan saya membangunkan diri dan bergegas untuk solat subuh, karena masih gelap dan saya berada di pingir pantai, maka saya penasaran untuk mengungjungi pantai ini dan berharap bisa melihat keindahan sunrise di pantai ini. Matahari pun mulai muncul dan saya menikmati keindahan pantai ini walau tidak begitu menarik bagi saya tetapi kesunyian di pantai ini dapat saya nikmati. Di sebelah pantai ini ada beberapa bukit dan sepertinya bisa di gapai. Saya pun mencoba mencari jalan menuju atas bukit tersebut. Sedikit bekas jejak orang yang melewati bukit ini tetapi tidak terlalu sulit untuk melewati semak-semak ini dan saya pun akhirnya sampai di puncak bukit ini dan melihat pantai watu karung dari atas bukit ini. Selain pantai watu karung saya melihat hamparan luas pantai selatan dan juga ada pantai kecil di sebelah pantai ini tetapi tak terihat ada akses menuju pantai ini. Di sekitar bukit ini juga ada beberapa bukit lain, bahkan ada penginapan diatas bukit yang saya lihat dari bukit ini. Yang paling saya suka dari keatasan adalah terbitnya matahari dan saya berusaha mencari spot untuk memfoto matahari dan pemandangan ini, karena memang bagian alam yang paling saya suka adalah langit, jika tedapat matahari akan menambahkan keindahan sang langit dengan pancaran sinarnya.



Pantai watu Karung dari atas bukit

Pantai Watu Karung
Setelah puas dengan pemandangan di pantai watu karung ini saya kembali ke penginapan untuk mandi dan bersiap untuk melanjutkan eksplorasi ke tempat lain. Waktu pun masih pagi dan saya melanjutkan perjalanan dan tidak lupa berpamitan kepada pemilik penginapan dengan membayar penginapan Rp 125,000 dan mengambil ktp yang saya serahkan semalam. Karena si bapak pemilik sudah tidak ada mungkin sudah berangkat bekerja, maka saya hanya berpamitan kepada si ibu aja dan saya melanjutkan perjalanan.
Destinasi yang ingin saya tuju adalah sungai maron, yang atraksi wisatanya menyusuri sungai dengan menggunakan perahu dan jika di foto di social media disama-samakan seperti sungai amazon, selain itu pantai klayar, salah satu pantai yang terkenal di pacitan. Dengan budget yang semakin menipis, saya melanjutkan perjalanan melewati jalan yang berkelok-kelok, naik turun dan beberapa jalan tidak mulus. Dari jalur yang saya lewati dari arah kota pacitan letak sungai maron berada sebelum pantai klayar. Setelah satu jaman, saya melewati sungai maron dan akan mengunjungi pantai klayar terlebih dulu karena saya pikir masih terlalu pagi jika ingin mengunjungi sungai maron. Jalur dari sungai maron ke pantai klayar pun cukup ekstrem, naik turun yang curam dan jalannya bebatuan. Di sepanjang jalan saya melihat banyak plang pantai-pantai tetapi tujuan saya memang ke pantai klayar, sehingga pantai-pantai tadi hanya saya lewati walaupun akhirnya saya tidak melihat plang pantai klayar dan kebablasan. Setelah kebeblasan saya putar balik dan belok kearah pantai klayar. Jalan menuju pantai klayar sangatlah bagus dan juga lebar, setelah beberapa kilometer akhirnya saya melihat keindahan pantai ini dari kejauhan karena memang jalannya menurun sehingga pantai terlihat dari kejauhan.
Sampai di pantai ini saya cukup terpukau dengan keindahan alamnya, cukup bersih pantainya dengan lautan biru yang indah dan pasir putih yang menghiasi dan melengkapi keindahan pantai ini. Untuk masuk pantai ini dikenakan retribusi sebesar Rp 5000.





Pantai Klayar
Pantai ini cukup luas dan sudah banyak fasilitas yang tersedia di kawasan pantai ini dari penginapan, gazebo, tempat makan, musholla, bahkan motor atv untuk mempermudah wisatawan yang ingin melewati pantai dengan kendaraan. Setelah parkir di salah satu tempat di pantai dan saya memilih tempat di pertengahan pantai, saya melanjutkan menikmati pantai ini dengan berjalan kaki dan tidak lupa memfoto beberapa titik yang menurut saya menarik. Satu hal paling menarik di pantai ini, terdapat fenomena alam yang disebut ocean float atau seruling samudra yaitu fenomena alam yang terjadi secara alami, dimana saat hembusan ombak samudra yang besar bertubrukan dengan karang-karang yang memiliki rongga dan celah yang akan menghasilkan bunyi seperti seruling. Di sini disediakan untuk wisatwan bagi yang ingin melihat fenomena alam ini dari dekat dengan retribusi sebesar Rp 2000, namun pada saat itu ombak di pantai cukup tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk melihat fenomena ini dari dekat dan aksesnya pun ditutup. Tetapi di pinggir pantai tepatnya diatas fenomena alam ini terdapat bukit yang  tinggi dan dari sana bisa melihat fenomena alam tersebut dari atas sekaligus keindahan pantai ini secara keseluruhan. Kemudian saya mencari akses menuju bukit ini dan menuju bukit ini melewati jalan setapak, sebelum masuk bukit ini pun terdapat warga lokal yang menjaga tempat ini dan menarik retribusi Rp 2000 untuk setiap pengunjung.

Seruling Samudera

Pantai Klayar dari atas bukit
Sampai di atas bukit ini, pemandangan alam yang disajikan cukup memukau terlebih jika dilihat dari atas bukit ini, luasnya samudra dengan kombinasi warna laut biru dan hijau dihiasi beberapa batu karang besar dan kecil di beberapa titik pantai dan juga pasir putih yang sedang dijajaki oleh para wisatawan. Saya cukup tertarik dengan fenomena alam seruling samudra ini, selain saya belum pernah melihat sebelumnya, fenomena ini sangatlah unik yang mana terlihat seperti ar mancur yang keluar di bebatuan karang setelah hempasan ombak dari laut dan tidak jarang saya melihat pelangi setelah air mancur ini muncul. Saya tidak lupa utuk mengabadikan momen ini, tidak hanya saya foto namun saya video juga air mancur unik ini.
Setelah beberapa jam saya berdiam diri di atas bukit ini datang beberapa penjual lokal ke atas bukit ini dan membuka lapak di sekitaran bukit ini. Ternyata mereka adalah penjual batu akik dan aksesoris yang terbuat dari batu akik, dan memang ternyata pacitan ini juga terkenal dengan batu akiknya. Karena sepi, saya pun menanyakan salah satu penjual disini dan akhirnya kami pun mengobrol tentang keadaan wisata di pantai ini. Si penjual akik bercerita dari dagangan batu akiknya yang bisa menghasilkan jutaan rupiah saat batu akik ini sedang menjadi tren sampai batu akik kembali seperti biasa, namun sang penjual tetap konsisten dengan berdagang batu akik ini karena dia yakin bahwa rezeki sudah ada yang mengatur dan tugasnya hanaya terus berusaha untuk mendapatkan rezeki itu. Dia pun bercerita bahwa pacitan cukup diperhatikan perkembangannya di saat Presiden SBY menjabat karena memang SBY merupakan orang asli pacitan, dari mulai infrastruktur dan fasilitas lainnya sehingga pariwisata di pacitan saat ini cukup berkembang. Obrolan kami tidak sampai disitu, ia menyampaikan beberapa jalan menuju pantai ini jika ingin masuk gratis juga ada kejadian wisatawan yang tewas terseret ombak ketika selfie di pinggir pantai dan memang karena kondisinya sedang mabuk, dan juga memberitahu bahwa bukit yang sedang kami duduki ini dijual seharga 1 Miliyar. Wah, cukup prospek pikir saya bukit ini jika di jadikan resort atau sebagainya karena posisi dan pemandangan yang indah bisa sangat menjual. Setelah lama bercengkrama akhirnya saya berpamitan untuk turun ke pantai dan kembali melanjutkan perjalanan. Saya kebawah sambil melihat tkp yang diceritakan oleh sang penjual batu akik atas kejadian wisatawan yang terseret ombak. Memang jika dilihat, ombak yang ada di pantai ini cukup berbahaya apalagi dengan kondisi laut yang curam sehingga di beri peraturan kepada wisatawan untuk tidak berenang dan bermain air di pantai ini bahkan mendekat ke bibir pantai pun tidak diperbolehkan. Saya pun mengambil motor dan sebelum beranjak dari pantai, saya melihat sosok yang sepertinya saya kenal, dan benar mereka adalah tema saya sewaktu saya sekolah dulu, mereka mengunjungi pantai ini bersama teman-temannya dengan menggunakan mobil. Kami pun mengobrol sebentar dan ternyata sebelum di pantai ini mereka juga dari pantai srau dan sampai di sana tengah malam. Jika saja saya menginap di pantai Srau mungkin kami akan bertemu disana pikir saya. Karena saya penasaran dengan sungai maron, saya pun melanjutkan perjalanan dan pamit dengan teman saya sambil mereka tidak percaya jika saya ke tempat ini seorang diri dengan sepeda motor. Setelah mereka melihat saya benar-benar sendiri barulah mereka percaya. Karena mungkin bagi sebagian orang jalan-jalan sendiri merupakan suatu hal yang aneh, namun tidak bagi saya.
Kembali melewati jalan yang cukup ekstrem tadi, saya beranjak menuju sungai maron. Di sepanjang jalan saya berpikir apakah uang yang saya pegang saat ini akan cukup untuk menaiki perahu di sungai maron. Sampainya didesa maron ini, ada retribusi masuk ke desa sebesar Rp 3000 dan saya pun membayarkannya dengan sisa uang Rp 25000 di saku saya. Akhirnya saya sampai di pos untuk menaiki perahu tersebut, setelah saya menanyakan harga untuk menaiki perahu, uang saya pun tidak cukup, Rp 60,000 untuk yang manual, dan Rp 75,000 untuk yang menggunakan mesin jika sendiri dengan maksimal 5 orang diatas perahu, namun jika 5 orang satu perahu harganya Rp 100,000. Akhirnya saya mengurungkan niat untuk menaiki perahu untuk menyusuri sungai maron ini, padahal sudah didepan mata dan tidak ada pengunjung selain saya waktu itu disana.
Saya pun menunggu beberapa waktu di tempat itu sambil melihat-lihat dan berkhayal bisa naik perahu dengan uang yang saya punya. Mungkin doa saya saat itu terkabul, datanglah satu mobil berplat AB dan ternyata ada 3 orang laki-laki didalamnya yang mana sepertinya saya sudah melihat mereka sebelumnya, dan benar ternyata mereka juga dari pantai klayar dan saya sempat melihat mereka disana. Saya pun menawarkan diri untuk join bersama mereka, Karena ber empat dan harga satu perahu Rp 100,000 maka dengan Rp 25,000 saya bisa menaiki perahu tersebut.


Sungai maron
Akhirnya saya pun bisa menaiki perahu tersebut dan menikmati keindahan sungai maron ini. Waktu itu musim kemarau dan air sungai pun cukup bersih dan berwarna hijau, menambah keindahan sungai ini yang di hiasi pepohonan di sampingnya dan memang benar rasanya seperti di sungai amazon jika dilihat dari orang-orang berfoto. Di atas perahu saya mengobrol dengan mas-mas yang sudah membantu saya dan mereka juga ternyata dari jogja dan sedang cuti bekerja dan ingin berlibur, begitu juga diatas perahu ada seorang bapak yang bertugas memandu kami diatas perahu sekaligus mengontrol mesin perahu tersebut. Saya pun menanyakan si bapak seperti menanyakan bapak-bapak di tempat wisata lain, kondisi wisata disini, pengunjungnya, dan seberapa dalam sungai ini dan apakah ada hewan berbahaya di sungai ini. Atraksi susur sungai ini panjangnya sekitar 4 km dengan ujungnya pantai karang bolong. Setelah sampai diujung kami ditawarkan untuk turun ke pantai atau tidak, dan biasanya ada retribusi sebesar Rp 5000 jika ada petugas. Karena sedang sangat sepi, saya sangat beruntung karena tidak ada retribusi lagi karena memang saya tidak memegang uang lagi.

Pantai Karang bolong
Kami pun turun sebentar dan melihat keadaan pantai tersebut, alamnya tidak terlalu menarik menurut saya, tergolong biasa tetapi saya menemukan beberapa tulisan himbauan di beberapa sudut pantai yang unik dan saya pun cukup tertawa melihat tulisan itu dan sempat berfoto di tulisan itu.

Kemudian kami kembali ke perahu dan  kembali ke pos pemberangkatan tadi, di tengah perjalanan kami kembali mengobrol dan saya melihat suatu temapat yang akan dibangun untuk tempat peternakan udang di pinggir sungai ini. Dan ternyata juga ada fenomena alam yang cukup aneh disini yaitu pohon kelapa yang berbentuk L yang mana warga lokal pun tidak tau bagaimana asal-usul pohon ini bisa terbentuk seperti itu. Pohon ini juga ternyata sudah cukup terkenal, mungkin saya saja yang kurang tau tentang pohon ini.

Pohon Kelapa L
Kami pun berhenti di pohon fenomenal ini dan mengambil beberapa foto di pohon ini. Setelah itu sebelum sampai di pos tadi, ada jalan seperti gang di sungai yang buntu namun si bapak pemandu menawarkan untuk mampir kesitu dan sebenarnya tidak ada apa-apa hanya jalan buntu tetapi ada cerita dari si bapak bahwa kedalam di tempat ini puluhan meter bahkan tidak terdeteksi kedalamannya dan sudah ada penyelam dari luar negeri yang mengecek kebenarannya dan katanya benar tidak ditemukan dasar sungainya, jadi sampai sekarang belum diketahui berapa dalam sungai di lokasi tersebut.

Kembalilah kami ke pos pemberangkatan tadi dan kami pun turun dan berterimakasih kepada bapak pemandu dan mas-mas yang telah membantu saya. Kami pun sangat beruntung karena tidak ada pengunjung selain kita waktu itu dan kami sangat bisa menikmati keindahan dan keseruan menyusuri sungai maron ini.  
Akhirnya kesampaian juga dan saya kembali melanjutkan pulang ke madiun dengan hati senang sekaligus was-was. Senang karena sudah bisa mengunjugi destinasi-destinasi di pacitan yang tanpa rencana ini dan juga bertemu dengan banyak orang yang menambah wawasan saya selama perjalanan namun juga was-was karena saya tidak memegang uang sepeser pun dan melihat kondisi bensin motor juga sudah menipis padahal perjalanan sampai ke kota pacitan saja cukup jauh dan jika ada yang menjual bensin pun saya tidak memegang uang cash, berarti saya harus menemukan atm terlebih dahulu agar aman, tetapi atm terdekat yang saya ingat cukup jauh dari sini dan berada di tengah kota, maka modal saya saat ini hanya nekad dan doa.
Selama perjalanan pulang yang saya pikirkan hanya ingin cepat sampai kota, mengambil uang di atm dan mengisi bensin kemudian kembali ke madiun dengan tenang tanpa hati was-was jika motor tiba-tiba mati karena bensin habis. Karena jalan menuju kota saja naik turun dan berkelok-kelok, jadi jika mati tentu saja sangat merepotkan bagi saya. Dengan doa yang selalu terucap di mulut dan memang benar, keadaan terdesak selalu mendekatkan kita kepada sang pencipta dan sepanjang jalan pun selalu berdoa agar motor tidak mati. Di beberapa kesempatan saat jalan turunan dan sudah di jalan provinsi, saya mematikan mesin untuk mengantisipasi jika saya belum menemukan atm. Saat sampai di kota, benar juga saya melewati pom bensin namun tidak menemukan atm sepanjang jalan, setelah itu saya akhirnya menemukan indomaret dan ada atmnya. Setelah saya mengambil uang di atm dan melanjutkan perjalanan, tidak lama setelah itu saya melihat pom bensin dari kejauhan dan pas sebelum sampai di pom bensin dan mau sampai motor pun mati, tetapi untung pas didepan pom bensin dan akhirnya saya bisa mengisi bensin dan dengan tenang bisa melanjutkan pulang ke madiun. Perjalanan pulang pun sama seperti berangkat jalurnya, melewati jalan berkelok-kelok di sebalah kanan tebing rawan longsor dan sebelah kiri sungai, karena abis hujan, ada beberapa batu dan tanah di jalanan yang jatuh dari atas tebing, tetapu bersyukur saya selamat dalam perjalanan tersebut. Seperti pada umumnya, perjalanan pulang terasa lebih cepat dibanding perjalanan berangkat dan akhirnya saya pun tiba di kota Ponorogo dan setibanya disana saya menghubungi teman saya yang ada disana dan ingin mengunjunginya untuk sekedar silaturahmi. Waktu pun sudah mulai  gelap dan saya pun kembali melanjutkan perjalanan pulang ke madiun dan sampai di madiun dengan selamat walaupun beberapa kali hujan turun di tengah perjalanan. Namun pengalaman dari perjalanan ini sangat berkesan dan memuaskan.
Dari perjalanan ini selain pengalaman saya juga banyak belajar banyak hal, bahwa melakukan perjalanan wisata itu seperti perjalanan hidup. Kadang kita harus merencanakan perjalanan kita agar perjalanan kita terstruktur dan terencana namun kadang perjalanan hidup pun tidak sesuai dengan apa yang kita renanakan dan kita harapkan. Ada kalanya kita harus siap menerima apapun kondisi yang akan kita terima, kita harus siap untuk survive dalam perjalanan kehidupan kita seperti halnya survive dalam perjalanan wisata. Kita juga tidak tau apa saja yang akan kita temui di sepanjang perjalanan, tidak tau juga bagaimana keadaan perjalanan. Maka yang harus kita persiapkan adalah semuanya, tidak hanya material tetapi juga mental. Selain itu skill-skill yang kita miliki sangat berguna untuk menempuh perjalanan yang akan kita hadapi. Dari perjalanan juga saya belajar bahwa belajar itu tidak hanya di kelas dengan orang yang bergelar tetapi kita juga dapat belajar dari para pedagang, warga sekitar dan orang-orang yang kita temui di perjalanan, disamping itu kita juga dapat mengambil pelajaran dari kondisi alam, sosial, dan lain-lain. Bahkan kita bisa belajar dan mengambil pelajaran dari kejadian-kejaidan yang kita alami.

Sama halnya dengan perjalanan hidup, perjalanan berwisata juga tidak lepas dari tanggung jawab. Jika kita harus memiliki tanggung jawab dalam perjalanan hidup kita, maka dalam perjalanan wisata juga harus memiliki tanggung jawab, tanggung jawab atas diri sendiri atau kepada warga lokal yang kita kunjungi dan orang-orang yang kita temui selama perjalanan. Dari satu perjalanan wisata kita bisa mendapatkan banyak pengalaman dan pelajaran, sedangkan kita mungkin sudah melakukan banyak perjalanan wisata. Maka dari itu dengan ini kita harus lebih bertanggung jawab lagi dalam segala aspek kehidupan kita. 
 
Blogger Templates