Ketika banyak
orang meceritakan bagaimana dia bisa berhasil akan sesuatu, saya disini mau
menceritakan pengalaman atas gagalnya sesuatu yang saya impikan dan lakukan
untuk mencapai impian itu yang mungkin bisa jadi pembelajaran.
Pada tahun
2013 saat saya melaksanakan pengabdian di kota Kediri untuk menyelesaikan
kewajiban sebagai santri dan mendapatkan ijazah, saya berencana untuk
melanjutkan studi ke luar negeri. Negara yang terbayangkan saat itu adalah
China, kenapa? Karena sebuah kalimat “tuntutlah ilmu sampai ke negeri China“. Kalimat
itu membuat saya penasaran akan negeri itu dan ingin rasanya belajar disana
untuk mengungkapkan kenapa harus negara itu?.
Setelah mencari
informasi untuk belajar kesana sepertinya cukup sulit, dalam prosesnya mama
saya yang membantu mencari informasi ini mendapatkan informasi dari sebuah agen
studi tentang studi di Jerman. Setelah mengikuti seminarnya saya cukup tertarik
atas negara ini dan akhirnya saya berencana
untuk melanjutkan studi kesana.
Untuk kuliah
disana memang membutuhkan biaya yang cukup mahal, namun yang menjadi
pertimbangan adalah biaya kuliah disana gratis yang dibiayai pemerintah Jerman
sedangkan untuk biaya hidup, sebagai mahasiswa bisa kerja paruh waktu dan cukup
untuk membiayai kehidupan sehari-hari disana. Namun modal untuk persiapan dan
berangkat kesana cukup memerlukan biaya yang banyak. Alhamdulillah, karena saya
anak pertama dan kebetulan orang tua punya cukup tabungan untuk ini maka saya
mantapkan niat untuk bisa melanjutkan studi kesana.
Setelah
menyelesaikan pengabdian dan mendapatkan Ijazah serta berkas-berkas untuk
melanjutkan studi, saya mendaftar ke sebuah agen untuk melakukan persiapan itu.
Ya salah satu syaratnya adalah bahasa Jerman dengan minimal level B1
(A1-A2-B1-B2-dst). Akhirnya saya pun fokus untuk belajar bahasa ini dengan
didampingi guru. Setiap hari yang saya lakukan hanya belajar bahasa Jerman di
kantor agen ini dan pastinya juga belajar di rumah. Biasanya yang belajar
disini mereka sudah mulai belajar saat SMA dan lanjut belajar intensif 3 bulan hingga
1 tahun.
Untuk belajar
bahasa, hal yang perlu ditemukan adala pola nya. Jika sudah menemukan pola
bahasa tersebut maka tidak lah sulit untuk mempelajarinya. Sebelumnya saya
sudah belajar bahasa Inggris dan Arab kemudian saat belajar bahasa Jerman saya
kaitkan bagaimana saya belajar kedua bahasa sebelumnya. Tidak sampai 1 bulan
saya pun menemukan pola bahasa ini dan sangat cukup mempermudah mempelajari
bahasa baru ini. Akhirnya dalam waktu 1 bulan saya bisa lulus level A1 dan
hampir 2 bulan bisa lulus A2. Dalam perjanjian dengan agen studi ini, jika
sudah lulus level A2 maka sudah bisa diurus untuk melakukan pendaftaran studi
dan level B1 akan dilanjutkan kursus di negara sana langsung.
Sebelumnya,
saya mau sedikit menjelaskan sistem pendidikan di Jerman. Perbedaan sekolah
sebelum ke perguruan tinggi di Indonesia dan Jerman berbeda, jika di Indonesia
membutuhkan 12 tahun maka di Jerman 13 tahun. Perbedaan sistem ini membuat
suatu sistem baru untuk calon mahasiswa yang berasal dari negara yang berbeda
sistem yang mengaharuskan calon mahasiswa belajar 1 tahun sebelum kuliah.
Studienkolleg atau disingkat studkol, begitulah menyebutnya dan semua calon
mahasiswa yang berasal dari negara seperti Indonesia harus menempuh pendidikan
ini dulu sebelum melanjutkan ke perguruan tinggi. Studienkolleg ini ditempuh
dalam waktu paling cepat 1 semester atau setengah tahun dan maksimal 2 tahun. Jika tidak bisa lulus hingga 2
tahun maka peserta tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi di Jerman dan
jika tidak lulus mau tidak mau harus pulang ke negara asalnya. Untuk bisa masuk
ke studkol ini pun nilai ujian akhir tidak mempengaruhi kecuali beberapa
jurusan seperti kedokteran tapi secara umum untuk bisa masuk ke studkol peserta
harus bisa lolos tes masuknya. Yang diuji dalam tes masuk ini hanya 2 mata
pelajaran yaitu bahasa Jerman dan matematika dasar. Untuk bisa mengikuti tes
ini pun peserta harus mendapatkan undangan tes dari studkol nya dan untuk bisa
mendapatkan undangan tes ini peserta harus mengirimkan berkas-berkas yang
diperlukan ke stdukol ini. Jadi studkol ini seperti lembaga sendiri tapi
biasanya dibawah sebuah perguruan tinggi. Jika sudah lulus masuk stdukol dan
bisa lulus hingga maksimal 2 tahun, kebanyakan perguruan tinggi tidak
memerlukan tes masuk lagi namun hanya memerlukan hasil tes kelulusan dari
studkol ini. Nilai dari studkol ini lah yang menjadi pertimbangan perguruan tinggi
dapat menerima calon mahasiswa atau tidak. Perguruan tinggi di Jerman pun ada 2
jenis yaitu Universitaet dan Hochschule, jika di Indonesia mungkin universitas
dan sekolah tinggi. Namun di Jerman kedua lembaga itu setara dan perbedaannya
universitaet itu lebih ke teori dan hochschule lebih ke praktek, kurang lebih
seperti itu. (Jika salah atau kurang mohon maaf dan bagi yang lebih paham mohon
bisa merevisi atau menambahkan)
Awalnya, saya
berniat untuk mengambil jurusan teknik disana tepatnya teknik industri karena
saat itu saya belum tau betul tentang diri saya, hanya mengikuti tren-tren
saja. Namun seiring berjalannya waktu, diri saya ini lebih ke jurusan sosial
dan saya pun memutuskan untuk mengambil bisnis manajamen atau sejenisnya.
Setelah lulus
level A2 tadi, saya pun mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk
mendaftarkan ke stdukol bersamaan dengan itu saya melanjutkan untuk belajar
level selanjutnya yaitu B1. Akhirnya saya pun sudah bisa mengurus pendaftaran
ke studkol dan hal-hal yang dibutuhkan untuk pengurusan visa pelajar. Sambil menunggu
proses itu selain belajar dengan agen tersebut saya pun mengisi luang dengan
mengambil kelas di Goethe, salah satu lembaga pusat pembelajaran bahasa Jerman
yang resmi dimiliki negara tersebut. Perlu diketahui juga sertifikat bahasa
yang diakui oleh negara Jerman hanyalah dari lembaga ini jika di indonesia,
terus bagaimana dengan lembaga agen yang saya belajar disana selama ini?. Agen saya
ini memiliki kerjasama dengan salah satu lembaga yang ada di Jerman, itulah
mengapa level B1 harus dilanjutkan disana agar sertifikat bahasanya diakui
untuk mendaftarkan di stdukol. Sedangkan level A1 dan A2 yang dipelajari disini
hanyalah persiapan untuk bisa melanjutkan level B1 disana.
Setelah mendapatkan
undangan tes di salah satu studkol disana, saya pun mengajukan pembuatan visa
pelajar di kedubes dan didampingi perwakilan dari agen ini. Setelah itu selesai
lah saya mengurus pengajuan visa di kedubes Jerman. Proses pembuatan visa
biasanya 2 minggu hingga 1 bulan dan belum sampai sebulan akhirnya keluarlah
hasil pengajuan visa tersebut dan cukup menyedihkan karena dari belasan yang
mengajukan visa ada 2 visa yang ditolak, salah satunya termasuk visa saya. Kurang
paham apa alasan kedubes menolak visa saya, namun setelah itu saya dibantu agen
untuk mengajukan banding visa ini dan akhirnya saya harus menunggu lagi untuk
keputusan pengajuan visa ini.
Agak sedikit
down dengan keputusan ini tapi ya mau bagaimana lagi, karena keputusan ini
merupakan keputusan dari kedubesnya. Waktu menunggu visa ini jauh lebih lama dibanding
saya harus bisa lulus dari kursus bahasa. Sambil menunggu saya tetap belajar
bahasa ini namun sudah hampir setahun saya berproses disini dan belum ada
kepastian atas pengajuan visa saya.
Akhirnya masa-masa
pendaftaran perguruan tinggi di Indonesia sudah datang sedangkan keputusan visa
masih belum ada kabarnya alias menggantung. Saya pun tidak mau mengorbankan
masa depan saya dengan menunggu, akhirnya dengan waktu yang mepet saya belajar
untuk mempersiapkan tes di PTN. Karena waktu yang sangat singkat sedangkan
dalam 1 tahun terakhir yang saya pelajari adalah bahasa Jerman dan Matematika
sedangkan tes masuk PTN terdiri dari beberapa mata pelajaran yang belum saya
pelajari. Akhirnya darisemua
tes-tes itu tidak ada yang lolos satu pun. Saya
pun mencari peluang-peluang yang bisa menjadi kesempatan untuk bisa masuk ke
PTN sambil menunggu ketidakpastian visa tadi. Ada sebuah program di UGM yaitu
program Internasional dan untuk tes masuknya hanya tes bahasa inggris, TPA
bahasa inggris dan wawancara. Melihat peluang itu saya pun mempersiapkannya dan
beralih dari belajar bahasa Jerman dan fokus ke bahasa Inggris dalam waktu
kurang dari 1 bulan. Karena spp yang cukup mahal untuk program ini, yang
sebelumnya saya mau ambil jurusan Hubungan Internasional akhirnya saya
memutuskan untuk mengambil jurusan Pariwisata karena spp nya yang paling rendah
diantara jurusan lainnya walaupun sebenarnya cukup mahal jika dibandingkan
dengan program regular. Saya pun daftar untuk tes ini di gelombang terakhir
yang diadakan kurang dari sebulan pada saat itu, yang pasti didukung penuh oleh
orang tua. Untuk mepersiapkan tes ini pun saya ngekos dan ikut bimbel selama
kurang lebih 2 minggu di Jogja. Awalnya saya tidak cukup siap untuk tes ini
karena persiapan yang sangat singkat dan disitu pun saya merasa ada sedikit
harapan untuk bisa lolos tes ini. Selain mendaftar di program ini, saya juga
mendaftar tes di program internasional jurusan Hubungan Internasional di UMY.
Masa tes pun
tiba, tepatnya hari sabtu adalah waktu tes di UGM dan minggu di UMY. Setelah melakukan
tes di UGM saya cukup optimis untuk bisa lolos selain karena saya cukup bisa
menjawab soal-soal dan juga wawancara, pesaingnya pun sedikit hanya kurang dari
20 orang. Hal ini yang membuat saya cukup optimis, kemudian tes di UMY pun saya
bisa melakukannya dengan lancar karena walaupun program internasional tesnya sama
dengan program regular dan hanya melakukan tes TPA. Kurang dari satu minggu
setelah tes tersebut tepatnya hari rabu, hasil tes di UMY sudah diumumkan dan Alhamdulillah
dinyatakan lolos dan dua hari kemudian di hari Jumat hasil tes di UGM di
umumkan dan Alhamdulillah juga dinyatakan lolos. Dari kedua program tersebut
saya pun memutuskan untuk memilih UGM walaupun sebenarnya saya kurang paham
terkait jurusan Pariwisata ini. Saya mengambil jurusan ini karena cukup
tertarik dengan mata kuliah yang akan dipelajari di jurusan ini.
Ya akhirnya
saya resmi menjadi mahasiswa UGM, walaupun tidak jadi kuliah di Jerman
setidaknya saya bisa kuliah di salah satu PTN favorit di Indonesia dan ini
cukup memuaskan hati dan diri ini. Kemudian bagaimana nasib visa saya? Ya masih
belum ada kabar bagaimana hasil pengajuan visa Jerman itu. Karena sikap agen
yang sepertinya kurang peduli, saat kuliah di UGM mama saya pun membuat surat
yang diajukan ke Ombudsman untuk menggugat agen ini karena sikap acuhnya. Setelah
mengajukan surat tersebut dan kebetulan kantor pusat dari agen ini ada di
Jogja, saya pun di panggil ke kantornya dan status visa saya pun ditelusuri. Cukup
mengejutkan karena ternyata visa saya sudah keluar dan diterima dari beberapa
bulan lalu. Hal ini cukup membuat bimbang apakah saya harus meneruskan kuliah
di Jogja atau lanjut berjuang untuk kuliah di Jerman.
Setelah berdiskusi
dengan pihak agen akhirnya saya diputuskan bisa berangkat ke Jerman dan
kebetulan waktu keberangkatannya pada saat libur semester. Saya pun akhirnya
berangkat ke Jerman dan menghabiskan waktu libur semester disana dengan belajar
bahasa Jerman kembali, selain itu juga saya mendapatkan surat undangan untuk
tes di salah satu studkol. Keputusan untuk lanjut disana atau lanjut kuliah di
UGM sepenuhnya diserahkan ke saya dan orangtua hanya menyarankan untuk yang
terbaik. Saya pun memutuskan untuk tidak melanjutkan tes disana dan kembali
setelah kurang dari satu bulan belajar di kota Heidelberg. Kemudian saya
kembali lanjut kuliah di UGM dengan berbagai pertimbangan.
Gagal kuliah
di Jerman? Iya, namun saya tidak menyesal dengan kegagalan itu. Dari kegagalan
itu pun banyak hikmah yang bisa saya ambil. Allah tau yang terbaik buat saya
dan mungkin jika saya melanjutkan disana belum tentu saya bisa menyelesaikanya,
bahwa memang Allah tau yang terbaik buat saya dan kuliah disana mungkin
bukanlah yang terbaik buat saya dan bisa jadi akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
jika kita memaksakan.
Hal ini mengajarkan
saya bahwa kegagalan sesungguhnya itu bukanlah sesuatu yang kita tidak bisa
mencapainya, melainkan diam dan pasrahnya kita setelah kegagalan yang kita
lalui, namun saya merasa bahwa saya bisa melalui kegagalan itu dengan terus
bergerak dan berproses untuk mencapai pintu-pintu kesuksesan lainnya. Selain itu,
hal ini juga mengajarkan bahwa kita harus selalu terus berencana dan berusaha
untuk melakukan hal-hal yang kita rencanakan, walaupun sejatinya kita sebagai
manusia hanya bisa berencana dan berusaha, karena hasil akhir hanya Allah lah
yang menentukan dan sebaik-baiknya rencana hanyalah rencanaNya.